Minggu, 29 Mei 2016

Al-'Ilmu


ILMU
Keutamaan Mencari Ilmu
Mencari ilmu merupakan kewajiban setiap manusia. Tanpa ilmu kita tidak bisa menjalani hidup ini dengan baik. Orang yang tidak memiliki ilmu biasanya akan di manfaatkan oleh orang lain. Bahkan, orang yang tak berilmu itu akan dibodohi oleh orang lain. Oleh karena itu, kita sebagai manusia yang diberi akal dan pikiran carilah ilmu demi kelangsungan hidup yang lebih baik.
Ilmu memiliki banyak keutamaan, diantaranya:
1. Ilmu adalah amalan yang tidak terputus pahalanya sebagaimana dalam hadits: ”jika manusia meninggal maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara: shodaqoh jariahnya, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya,” (HR Bukhori dan Muslim)
2. Menjadi saksi terhadap kebenaran sebagaimana dalam firman Allah SWT: (Allah menyatakan bahwasanya tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali dia. Yang menegakkan keadilan. para malaikat dan orang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu,). (QS. Ali Imran 18)
3. Allah memerintahkan kepada nabinya Muhammad SAW untuk meminta ditambahkan ilmu sebagaimana dalam firman Allah, (… dan katakanlah: Ya Rabb ku, tambahkanlah kepadaku ilmu) (QS.Thahaa 114)
4. Allah mengangkat derajat orang yang berilmu. Sebagaimana firman Allah, (… Allah mengangkat orang beriman dan memiliki ilmu diantara kalian beberapa derajat dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan). (QS. Mujadilah 11)
5. Orang berilmu adalah orang yang takut Allah SWT, sebagaimana dalam firmannya: (…. sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hambanya hanyalah orang-orangyang berilmu). (QS. Fathir 25).
6. Ilmu adalah anugerah Allah yang sangat besar, sebagaimana firman-Nya: (Allah menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Quran dan As-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)). ( QS. Al-Baqarah 269)
7. Ilmu merupakan tanda kebaikan Allah kepada seseorang ”Barang siapa yang Allah menghendaki kebaikan padanya, maka Allah akan membuat dia paham dalam agama,” (HR Bukhari dan Muslim).
8. Menuntut ilmu merupakan jalan menuju surga, ”Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surge,” (HR Muslim)
9. Diperbolehkannya ”hasad” kepada ahli ilmu,”Tidak hasad kecuali dalam dua hal, yaitu terhadap orang yang Allah beri harta dan ia menggunakannya dalam kebenaran dan orang yang Allah beri hikmah lalu ia mengamalkannya dan mengajarkannya,” (HR Bukhari )
10. Malaikat akan membentangkan sayap terhadap penuntut ilmu,”Sesungguhnya para malaikat benar-benar membentangkan sayapnya karena ridho atas apa yang dicarinya,” (HR. Ahmad dan Ibnu majah).

Keutamaan Mempelajari dan Mengajarkan Al-Quran
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mengerjakan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri”.
(Faathir:29-30).
Dalam kitab Shahihnya, Imam Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Hajjaj bin Minhal dari Syu’bah dari Alqamah bin Martsad dari Sa’ad bin Ubaidah dari Abu Abdirrahman As-Sulami dari Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ .
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya.”
Masih dalam hadits riwayat Al-Bukhari dari Utsman bin Affan, tetapi dalam redaksi yang agak berbeda, disebutkan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
إِنَّ أَفْضَلَكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ .
“Sesungguhnya orang yang paling utama di antara kalian adalah yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya.”
Dalam dua hadits di atas, terdapat dua amalan yang dapat membuat seorang muslim menjadi yang terbaik di antara saudara-saudaranya sesama muslim lainnya, yaitu belajar Al-Qur`an dan mengajarkan Al-Qur`an.  Tentu, baik belajar ataupun mengajar yang dapat membuat seseorang menjadi yang terbaik di sini, tidak bisa lepas dari keutamaan Al-Qur`an itu sendiri.  Al-Qur`an adalah kalam Allah, firman-firman-Nya yang diturunkan kepada Nabi-Nya melalui perantara Malaikat Jibril Alaihissalam. Al-Qur`an adalah sumber pertama dan acuan utama dalam ajaran Islam.  Karena keutamaan yang tinggi inilah, yang membuat Abu Abdirrahman As-Sulami –salah seorang yang meriwayatkan hadits ini– rela belajar dan mengajarkan Al-Qur`an sejak zaman Utsman bin Affan hingga masa Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi.

Hadis ini menunjukkan akan keutamaan membaca Alquran. Suatu ketika Sufyan Tsauri ditanya, manakah yang engkau cintai orang yang berperang atau yang membaca Alquran? Ia berkata, membaca Alquran, karena Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya kepada orang lain”. Imam Abu Abdurrahman As-Sulami tetap mengajarkan Alquran selama empat puluh tahun di mesjid agung Kufah disebabkan karena ia telah mendengar hadis ini. Setiap kali ia meriwayatkan hadis ini, selalu berkata: “Inilah yang mendudukkan aku di kursi ini”.
Al Hafiz Ibnu Katsir dalam kitabnya Fadhail Quran halaman 126-127 berkata: [Maksud dari sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkan kepada orang lain” adalah, bahwa ini sifat-sifat orang-orang mukmin yang mengikuti dan meneladani para rasul. Mereka telah menyempurnakan diri sendiri dan menyempurnakan orang lain. Hal itu merupakan gabungan antara manfaat yang terbatas untuk diri mereka dan yang menular kepada orang lain.
DariAbdullah bin Masud ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda kepadaku: Bacakan Alquran kepadaku. Aku bertanya: Wahai Rasulullah, aku harus membacakan Alquran kepada baginda, sedangkan kepada bagidalah Alquran diturunkan? Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya aku senang bila mendengarkan dari orang selainku. Kemudian aku membaca surat An-Nisa’. Ketika sampai pada ayat yang berbunyi: {Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), jika Kami mendatangkan seorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (umatmu).} Aku angkat kepalaku atau secara mendadak ada seseorang berada di sampingku. Dan ketika aku angkat kepalaku, aku melihat beliau mencucurkan air mata. Sahih Muslim No: 1332
Imam Nawawi berkata [Ada beberapa hal yang dapat dipetik dari hadis ini, di antaranya: sunat hukumnya mendengarkan bacaan Alquran, merenungi, dan menangis ketika mendengarnya, dan sunat hukumnya seseorang meminta kepada orang lain untuk membaca Al Quran agar dia mendengarkannya, dan cara ini lebih mantap untuk memahami dan mentadabburi Al Quran, dibandingkan dengan membaca sendiri.
“Orang yang membaca Al-Qur’an sedangkan dia mahir melakukannya, kelak mendapat tempat di dalam Syurga bersama-sama dengan rasul-rasul yang mulia lagi baik. Sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an, tetapi dia tidak mahir, membacanya tertegun-tegun dan nampak agak berat lidahnya (belum lancar), dia akan mendapat dua pahala.” (Riwayat Bukhari & Muslim.
“Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al-Qur’an adalah seperti buah Utrujjah yang baunya harum dan rasanya enak. Perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Al-Qur’an seperti buah kurma yang tidak berbau sedang rasanya enak dan manis. Perumpamaan orang munafik yang membaca Al-Qur’an adalah seperti raihanah yang baunya harum sedang rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an adalah seperti hanzhalah yang tidak berbau sedang rasanya pahit.” (Riwayat Bukhari & Muslim)

“Sesunggunya Allah swt mengangkat derajat beberapa golongan manusia dengan kalam ini dan merendahkan derajat golongan lainnya.” (Riwayat Bukhari & Muslim)
“Bacalah Al-Qur’an karena dia akan datang pada hari Kiamat sebagai juru syafaat bagi pembacanya.” (Riwayat Muslim)
“Tidak bisa iri hati, kecuali kepada dua seperti orang: yaitu orang lelaki yang diberi Allah swt pengetahuan tentang Al-Qur’an dan diamalkannya sepanjang malam dan siang; dan orang lelaki yang dianugerahi Allah swt harta, kemudian dia menafkahkannya sepanjang malam dan siang.” (Riwayat Bukhari & Muslim.
Rasulullah saw bersabda, Allah berfirman: “Barangsiapa disibukkan dengan mengkaji Al-Qur’an dan menyebut nama-Ku, sehingga tidak sempat meminta kepada-KU, maka Aku berikan kepadanya sebaik-baik pemberian yang Aku berikan kepada orang-orang yang meminta. Dan keutamaan kalam Allah atas perkataan lainnya adalah seperti, keutamaan Allah atas makhluk-Nya. (Riwayat Tirmidzi) 
“Sesungguhnya orang yang tidak terdapat dalam rongga badannya sesuatu dari Al-Qur’an adalah seperti rumah yang roboh.” (Riwayat Tirmidzi)
“Dikatakan kepada pembaca Al-Qur’an, bacalah dan naiklah serta bacalah dengan tartil seperti engkau membacanya di dunia karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca.” (Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’I)
“Barangsiapa membaca Al-Qur’an dan mengamalkan isinya, Allah memakaikan pada kedua orang tuanya di hari kiamat suatu mahkota yang sinarnya lebih bagus dari pada sinar matahari di rumah-rumah di dunia. Maka bagaimana tanggapanmu terhadap orang yang mengamalkan ini.” (Riwayat Abu Dawud)
Abdul Humaidi Al-Hamani, berkata: “Aku bertanya kepada Sufyan Ath-Thauri, manakah yang lebih engkau sukai, orang yang berperang atau orang yang membaca Al-Qur’an?” Sufyan menjawab: “Membaca Al-Qur’an. Karena Nabi saw bersabda. ‘Orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.”
Maksud dari belajar Al-Qur`an di sini, yaitu mempelajari cara membaca Al-Qur`an. Bukan mempelajari tafsir Al-Qur`an, asbabun nuzulnya, nasikh mansukhnya, balaghahnya, atau ilmu-ilmu lain dalam ulumul Qur`an. Meskipun ilmu-ilmu Al-Qur`an ini juga penting dipelajari, namun hadits ini menyebutkan bahwa mempelajari Al-Qur`an adalah lebih utama. Mempelajari Al-Qur`an adalah belajar membaca Al-Qur`an dengan disertai hukum tajwidnya, agar dapat membaca Al-Qur`an secara tartil dan benar seperti ketika Al-Qur`an diturunkan. Karena Allah dan Rasul-Nya sangat menyukai seorang muslim yang pandai membaca Al-Qur`an. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ . (متفق عليه)
“Orang yang pandai membaca Al-Qur`an, dia bersama para malaikat yang mulia dan patuh. Sedangkan orang yang membaca Al-Qur`an dengan terbata-bata dan berat melafalkannya, maka dia mendapat dua pahala.” (Muttafaq Alaih)
Dan dalam Al-Qur`an disebutkan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk membaca Al-Qur`an dengan tartil,
ورتل القرءان ترتيلا . (المزمل :4 )
“Dan bacalah Al-Qur`an dengan setartil-tartilnya.” (Al-Muzzammil: 4)
Adapun maksud dari mengajarkan Al-Qur`an, yaitu mengajari orang lain cara membaca Al-Qur`an yang benar berdasarkan hukum tajwid. Sekiranya mengajarkan ilmu-ilmu lain secara umum atau menyampaikan sebagian ilmu yang dimiliki kepada orang lain adalah perbuatan mulia dan mendapatkan pahala dari Allah, tentu mengajarkan Al-Qur`an lebih utama. Bahkan ketika Sufyan Ats-Tsauri ditanya, mana yang lebih utama antara berjihad di jalan Allah dan mengajarkan Al-Qur`an, dia mengatakan bahwa mengajarkan Al-Qur`an lebih utama. Ats-Tsauri mendasarkan pendapatnya pada hadits ini.
Namun demikian, meskipun orang yang belajar Al-Qur`an adalah sebaik-baik orang muslim dan mengajarkan Al-Qur`an kepada orang lain juga sebaik-baik orang muslim, tentu akan lebih baik dan utama lagi jika orang tersebut menggabungkan keduanya. Maksudnya, orang tersebut belajar cara membaca Al-Qur`an sekaligus mengajarkan kepada orang lain apa yang telah dipelajarinya. Dan, dari hadits ini juga dapat dipahami, bahwa orang yang mengajar Al-Qur`an harus mengalami fase belajar terlebih dahulu. Dia harus sudah pernah belajar membaca Al-Qur`an sebelumnya. Sebab, orang yang belum pernah belajar membaca Al-Qur`an, tetapi dia berani mengajarkan Al-Qur`an kepada orang lain, maka apa yang diajarkannya akan banyak kesalahannya. Karena dia mengajarkan sesuatu yang tidak dia kuasai ilmunya



Sabtu, 28 Mei 2016

Definisi dan Urgensi Aqidah



A. Definisi Aqidah 
Pengertian Aqidah Secara Bahasa (Etimologi) :
Kata "‘Aqidah" diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-rabth (ikatan), al-Ibraamal-ihkam (pengesahan), (penguatan), at-tawatstsuq (menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah (pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk(pengokohan) dan al-itsbaatu (penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin (keyakinan) dan al-jazmu (penetapan).
"Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al-hallu(penguraian, pelepasan). Dan kata tersebut diambil dari kata kerja: " ‘Aqadahu" "Ya'qiduhu" (mengikatnya), " ‘Aqdan" (ikatan sumpah), dan " ‘Uqdatun Nikah" (ikatan menikah). Allah Ta'ala berfirman, "Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja ..." (Al-Maa-idah : 89).
Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqa-id. (Lihat kamus bahasa: Lisaanul ‘Arab, al-Qaamuusul Muhiith dan al-Mu'jamul Wasiith: (bab: ‘Aqada).
Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah; baik itu benar ataupun salah.
Pengertian Aqidah Secara Istilah (Terminologi)
Yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidka tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
Dengan kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang yang  menyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya; yang tidak menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada singkat keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah. Dinamakan aqidah, karena orang itu mengikat hatinya diatas hal tersebut.

Aqidah Islamiyyah:
Maknanya adalah keimanan yang pasti teguh dengan Rububiyyah Allah Ta'ala, Uluhiyyah-Nya, para Rasul-Nya, hari Kiamat, takdir baik maupun buruk, semua yang terdapat dalam masalah yang ghaib, pokok-pokok agama dan apa yang sudah disepakati oleh Salafush Shalih dengan ketundukkan yang bulat kepada Allah Ta'ala baik dalam perintah-Nya, hukum-Nya maupun ketaatan kepada-Nya serta meneladani Rasulullah shalallahu'alaihi wassalam.
 

Aqidah Islamiyyah:
Jika disebutkan secara mutlak, maka yang dimaksud adalah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, karena itulah pemahaman Islam yang telah diridhai oleh Allah sebagai agama bagi hamba-Nya. Aqidah Islamiyyh adalah aqidah tiga generasi pertama yang dimuliakan yaitu generasi sahabat, Tabi'in dan orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Nama lain Aqidah Islamiyyah:
Menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah, sinonimnya aqidah Islamiyyah mempunyai nama lain, di antaranya, at-Tauhid, as-Sunnah, Ushuluddiin, al-Fiqbul Akbar, Asy-Syari'iah dan al-Iman.
Nama-nama itulah yang terkenal menurut Ahli Sunnah dalam ilmu ‘aqidah.
B. Urgensi Aqidah
1.  Aqidah islamiyah merupakan misi utama yang dibawa semua rasul yang diutus oleh Allah ta’ala dan risalah pokok / ajaran inti yang dikandung oleh kitab-kitab Allah ta’ala. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman yang Artinya : Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan kami wahyukan kepadanya bahwasanya tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Aku maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.(QS. Al Anbiyaa:25)
Allah berfirman, Artinya : Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat untuk menyerukan sembahlah Allah saja dan jauhilah thagut.(QS. An Nahl:36).
2.  Aqidah Islamiyah adalah masalah yang pertama-tama dida’wahkan oleh para nabi dan rasul.
a. Berkata Nabi Nuh ‘Alaihis Salam.

Allah Subhanahu Wata’ala, Artinya; Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selainNya.(QS.Al A’raf : 59)

b. Berkata Nabi Hud ‘Alaihis Salam.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman, Artinya; Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selainNya(QS. Al A’raf:65)

c. Berkata Nabi Shalih ‘Alaihis Salam.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman Artinya; Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali(QS.Al A’raf:73)

d. Berkata Nabi Syu’aib ‘Alaihis Salam.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman Artinya; Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selainNya(QS.Al A’raf:85)
e. Berkata Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman Artinya: Sembahlah Allah dan bertaqwalah kepadaNya (QS.Al Ankabut:16)

3.  Aqidah Islamiyah yang shahihah dapat menjaga dan memelihara keselamatan jiwa dan harta seseorang kecuali jika seseorang menantang hak aqidah tersebut
و قال صلى الله عليه وسلم : أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهد وا أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاة فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم إلا بحق الإسلام و حسابهم على الله . رواه البخاري و مسلم
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan “La Ilaha illallah”(tiada sembahan yang berhak disembah kecuali Allah) maka apabila mereka telah mengucapkannya maka terjagalah jiwa dan harta mereka daripadaku kecuali apabila mereka menentang hak kalimat tersebut.
: وقال صلى الله عليه وسلم : من قال لا إله إلا الله و كفر بما يعبد من دون الله حرم ماله ودمه وحسابه على الله عز و جل . رواه مسلم
Rasulullah Shallallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka bersyahadat bahwa
an Laa Ilaha Illallah wa anna Muhammadar Rasulullah (tiada sembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad itu utusan Allah) dan menegakkan shalat serta menunaikan zakat, maka apabila mereka telah melakukan hal itu maka terjagalah jiwa mereka daripadaku kecuali apabila mereka menentang hak Islam sementara hisabnya kembali kepada Allah.
وقال صلى الله عليه وسلم : من قال لا إله إلا الله و كفر بما يعبد من دون الله حرم ماله ودمه وحسابه على الله عز و جل . رواه مسلم
Rasulullah Shallallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Barang siapa yang telah mengucapkan “La Ilaha illallah” (tiada sembahan yang berhak disembah kecuali Allah) dan mengingkari segala sembahan selain Allah maka haramlah harta dan jiwanya diganggu dan hisabnya dikembalikan kepada Allah Azza wa Jalla.
4.  Aqidah yang rusak dengan kesyirikan menghalalkan darah dan harta benda pelakunya (orang-orang musyrik) .Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,
Artinya : Dan perangilah mereka supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah.(QS. Al Anfal: 39)
5.  Aqidah islamiyah shahihah (yang tidak dicampuri kesyirikan) merupakan kunci utama untuk dapat masuk ke syurga pada hari kiamat :
عن جابر رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : من لقي الله لا يشرك به شيئا دخل الجنة و من لقيه يشرك به شيئا دخل النار . رواه مسلم
Dari Jabir Radiyallahu ‘Anhu Rasulullah Shallallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Barang siapa yang berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak mempersukutan Allah dengan sesuatu maka niscaya dia masuk syurga dan barang siapa yang menjumpaiNya dalam keadaan mempersekutukan Allah dengan sesuatu ciscaya dia masuk neraka.
6.  Aqidah islamiyah yang benar (yang tidak dicampuri kesyirikan) dapat menyelamatkan seseorang dari azab Allah berupa api neraka pada hari kiamat :
عن عتبان بن مالك رضي الله عنه قال : قال صلى الله عليه وسلم: فإن الله حرم على النار من قال لا إله إلا الله يبتغي بذلك وجه الله . رواه البخاري ومسلم
Dari Itban bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu Rasulullah Shallallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Sungguh Allah telah menharamkan atas neraka orang yang mengucapkan “La Ilaha illallah” (tiada sembahan yang berhak disembah kecuali Allah) dengan mengharap wajah Allah.
Dan bentuk pengharaman dalam hadits tersebut mencakup:
1. Haram masuk ke dalam neraka –secara mutlak– bagi orang mu’min yang murni aqidahnya dan sempurna imannya serta tidak membawa dosa sampai meninggal.
2. Haram untuk kekal di neraka kalau masuk ke dalamnya setelah di kehendaki oleh Allah hal itu baginya, yaitu orang mu’min yang tidak mempersekutukan Allah tetapi melakukan dosa yang bukan syirik lalu tidak bertaubat sebelum meninggal .
7.  Aqidah yang rusak yang dicampuri dengan kesyirikan menahan bahkan mengharamkan seseorang masuk ke dalam surga dan menyebabkan serta mengharuskan dia kekal didalam neraka dan tidak akan diampuni oleh Allah.Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,
Artinya : sesungguhnya orang yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga dan tempatnya adalah neraka tidaklah ada bagi orang-orang yang dzalim itu seorang penolongpun.(QS.Al Maidah:72)
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,
Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan dia mengampuni dosa yang selain dosa syirik itu (QS.An Nisa:48)
8.  Aqidah Islamiyah yang benar merupakan syarat utama diterimanya suatu amal-ibadah yang dengannya Allah akan membalasnya dengan kenikmatan surga di akhirat dan kehidupan yang baik di dunia.Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,
Artinya : Barang siapa yang mengerjakan amal shalih baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS. An Nahl:97) Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,
Artinya : Barang siapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.(QS. Al Kahfi:110)
9.  Aqidah yang rusak yang bercampur dengan kesyirikan dapat menggugurkan amalan dan menyebabkan amalan tersebut tidak diterima di sisi Allah, baik seluruhnya maupun sebagiannya saja.
a. Syirik yang menggugurkan seluruh amal-ibadah adalah syirik akbar (besar), Allah berfirman;
Artinya : Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi yang sebelummu jika kamu mempersekutukan Tuhan niscaya akan terhapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi(QS.Az Zumar: 65)
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,
Artinya : Seandainya mereka menyekutukan Allah niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan (QS. Al An’am:88)
b. Syirik yang menggugurkan sebahagian amal-ibadah, yaitu ibadah yang terkontaminasi saja adalah syirik kecil seperti riya’ dan sum’ah.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم فيما يرويه عن ربه عز وجل : أنا أغنى الشركاء عن الشرك من عمل عملا أشرك فيه معي غيري تركته وشركه
Rasulullah Shallallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Dari Rabbnya ‘Azza wajalla : Aku adalah zat yang Maha Kaya yang tidak membutuhkan syarikat, barang siapa melakukan suatu amalan yang di dalamnya dia mempersukutan Aku dengan sesuatu maka niscaya Aku tinggalkan amalan dan syarikat tersebut .
10.  Aqidah shahihah yang tidak dicampuri dengan kesyirikan merupakan penyebab utama datangnya ampunan dari Allah.
عن أنس رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: قال الله تعالى يابن أدم لو أتيتني بقراب الأرض خطايا ثم لقيتني لا تشرك بي شيئا لأتيتك بقرابها مغفرة. رواه الترمذي وحسنه
Dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu beliau berkata; saya mendengar Rasulullah Shallallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Allah Ta’ala berfirman: Wahai Bani Adam seandainya engkau datang kepadaKu dengan dosa sepenuh bumi dalam keadaan engkau tidak mempersyarikatkan Aku dengan sesuatu niscaya Aku datang kepadamu dengan magfirah seluasnya pula.


Tafsir Tarbawi



KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN INTELEKTUAL
Oleh: Camila Muhlisya
A.                PENDAHULUAN
Tidak asing di zaman sekarang ini kita mendengar istilah ‘kompetensi’. Apa kompetensi itu? Kompetensi merupakan kebulatan penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja. Undang-undang guru dan dosen No. 14 tahun 2005, dan PP No 19/2005 menyatakan kompetensi guru meliputi kompetensi kepribadian, pedagogik, professional, dan sosial. Adapun pedagogik itu sendiri adalah bimbingan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak atau orang lain yang belum dewasa, disebut pendidikan (pedagogik). Dalam bentuk lain, pedagogik itu dipandang sebagai suatu proses atau aktifitas yang bertujuan agar tingkah laku manusia mengalami proses tersebut mendapat perubahan. Tingkah laku seseorang adalah setiap respons yang dapat dilihat atau diperlihatkan oleh orang lain. Disamping itu pedagogik juga merupakan suatu ilmu, sehingga orang menyebutnya ilmu pedagogik. Ilmu pedagogik adalah ilmu yang membicarakan masalah atau persoalan-persoalan dalam pendidikan dan kegiatan-kegiatan mendidik, antara lain seperti tujuan pendidikan, alat pendidikan, cara melaksanakan pendidikan, anak didik, pendidik dan sebagainya.[1] Intelektual ialah orang yang menggunakan inteleknya untuk bekerja, belajar, membayangkan, mengagak, atau menyoal dan menjawab soalan tentang berbagai-bagai ide.[2]
Jelas sekali bahwa, peran pedagogik dan intelektual dalam ilmu pendidikan itu sangat perlu. Apalagi bagi seorang guru ataupun pembimbing dalam membimbing anak untuk belajar. Karena dengan adanya pedagogik itu seperti yang telah dipaparkan penulis diatas, agar tingkah laku manusia mengalami proses perubahan. Hal ini membutuhkan peran seorang guru atau pembimbing tersebut agar anak yang dibimbing menjadi lebih baik. Serta memiliki intelektualitas yang dimana dapat berpikiran lebih luas dalam pemikirannya.
Mengapa kompetensi pedagogik dan intelektual di dalam pendidikan itu sendiri sangat diperlukan? Dan bagaimana cara kita menerima pendidikan itu? Maka dari itu, Allah SWT menciptakan manusia dengan pendengaran, penglihatan serta hati nurani untuk digunakan dalam berpendidikan. Lantas, bagaimana dengan mereka yang tidak mau mendengarkan ataupun tidak menggunakan ni’mat tersebut? Sebagaimana yang telah tertera dalam Al-Qur’an.

B.                 PEMBAHASAN

Pendidikan itu memerlukan peran pedagogik dan intelektual sebagai peran pendukung di dalamnya. Adapun peran pendukunya tersebut yaitu panca indera seperti, pendengaran, penglihatan serta hati nurani pun juga berperan dalam kompetensi pendidikan. Manusia itu dilahirkan ke dunia dalam keadaan tidak mengetahui apapun. Maka dari itu, pendidikan yang berupa ilmu itu dibutuhkan oleh manusia agar bisa mengetahui segala sesuatunya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. An-Nahl ayat 78:
وَاللهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَتَعْلَمُوْنَ شَيئًا وَجَعَلَ لَكُمْ السَّمْعَ وَالاَبْصَارَ وَالأَفْلإِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.”
Dalam ayat ini, jelas bahwa Allah menciptakan manusia ke dunia ini dalam keadaan tidak mengetahui apapun. Sebuah peristiwa ghaib yang dekat, tetapi ia cukup jauh mendalam. Proses kejadian janin bisa jadi terdeteksi oleh manusia. Akan tetapi, mereka tak tahu bagaimana proses itu bisa terjadi, sebab ia merupakan rahasia kehidupan yang tersembunyi. Ilmu yang selama ini diakui manusia dan ia merasa tinggi dengannya sehingga ia ingin menguji kebenaran peristiwa hari kiamat dan alam ghaib lainnya, adalah ilmu yang dangkal yang baru saja ia peroleh, sebab, “Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apa pun..”. Tuhan yang melahirkan para pakar dan para peneliti, dan mengeluarkannya dari perut ibunya dalam kondisi tidak mengetahui apa-apa adalah Maha Dekat sekali! Setiap ilmu yang ia dapatkan sesudah itu, semuanya adalah anugerah dari Allah sesuai ukuran yang dikehendaki-Nya untuk kepentingan manusia dan untuk mencukupi keperluan manusia untuk hidup di muka bumi ini, “Dia memberi kamu pendengaran, pengelihatan dan hati.” Dalam bahasa Al-Qur’an, hati terkadang diungkapkan dengan kata qalbu atau dengan kata fu’aad, untuk menjelaskan setiap alat (organ) pemahaman pada diri manusia. Hal ini meliputi apa yang diistilahkan dengan akal, juga potensi inspiratif (ilham) pada diri manusia yang tersembunyi dan tak diketahui hakikat serta cara kerjanya. Allah memberi pendengaran, penglihatan dan hati itu dalam rangka, “agar kamu bersyukur.”
Jadi, agar kamu bersyukur apabila kamu memahami betul nilai yang terkandung pada ni’mat-ni’mat tersebut dan ni’mat-ni’mat Allah lainnya yang diberikan kepadamu. Ekspresi syukur yang pertama adalah dalam bentuk beriman kepada-Nya sebagai Sesembahan Yang Maha Esa.[3]
Begitulah Allah menciptakan manusia dimana pada awalnya tidak mengetahui apa-apa, lalu Allah meniupkan ruh ke dalam tubuh ciptaan-Nya , lalu memberikan ia pendengaran, penglihatan serta hati, sebagaimana Allah SWT telah berfirman dalam QS. As-Sajdah (32): 9,
ثُمَّ سَوَّىهُ وَنَفَخَ فِيْهِ مِنْ رُّوْحِهِ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَوَالأَفْئِدَةَ قَلِيْلاً مَّاتَشْكُرُوْنَ
Artinya: “Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan ruh (ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur.”
Dari kata وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَوَالأَفْئِدَةَ ,bahwa Dia (Allah) memberikan ni’mat kepada kalian, karena itu lalu Dia memberikan kepada kalian pendengaran yang dapat kalian pakai untuk mendengar suara-suara, dan penglihatan untuk kalian pakai melihat barang-barang yang dapat dilihat, dan qalbu (hati) yang dapat kalian pakai untuk membedakan mana hal yang baik dan mana hal yang buruk, serta mana yang haq, dan mana yang bathil.[4]
Selanjutnya, tergantung bagaimana manusia itu menggunakan ni’mat-ni’mat yang diberikan Allah kepadanya. Apakah mereka gunakan dengan baik, atau pun mereka mau menggunakan pendengaran, penglihatan serta hati tersebut? Pada hakikatnya, tidak semua manusia menggunakan apa yang diberikan Allah tersebut sesuai tempatnya. Maksudnya, mereka yang tidak menggunakan ni’mat-ni’mat tersebut seperti meniadakannya maupun tidak dapat memanfaatkannya. Dimana pada akhirnya nanti mereka menyesalinya karena tidak menggunakan nya dengan baik. Seperti tertera dalam QS. Al-Mulk (67): 10,
وَقَالُوْالَوْكُنَّانَسْمَعُ أَوْنَعْقِلُ مَاكُنَّافِيْ أَصْحَابِ السَّعِيْرِ
Artinya: Dan mereka berkata, “Sekiranya (dahulu) kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) tentulah kami tidak termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala.”
Penjelasan dari kata نَسْمَعُ أَوْنَعْقِلُ ini, mereka mengatakan, “Sekiranya kami mempunyai akal dan memanfaatkannya, atau kami mempunyai telinga yang mendengarkan kebenaran yang diturunkan oleh Allah, tentu kami tidak akan berada dalam kekafiran terhadap Allah dan tidak tertipu dengan kelezatan yang di dalamnya kami bergelimang ketika di dunia, sehingga kami dipenuhi murka dan amarah Tuhan kami, serta tertimpa siksa-Nya yang pedih”. Mereka menidakan pendengaran dan akal dari diri mereka sendiri, untuk melenyapkan keduanya yang bagaikan tiada pada mereka, karena mereka tidak dapat memanfaatkannya. Ringkasnya, mereka mengatakan, “Seandainya kami mendengar ucapan dari pemberi peringatan itu dan menerimanya, karena ucapannya itu tampak dan kami memikirkannya dengan pemikiran yang sadar serta mengamalkannya, tentulah kami tidak akan berada bersama golongan orag-orang yang disiksa”.[5]
Sesungguhnya, manusia itu sendiri terbagi menjadi dua golongan yaitu mereka yang berbakti dan mereka yang durhaka akan ni’mat-ni’mat Allah. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
إِنَّ الأَبْرَارَلَفِيْ نَعِيْمٍ  وَّإِنَّ الْفُجَّارَلَفِي جَحِيْمٍ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga yang penuh) kenikmatan. Dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka (jahim).” (QS. Al-Infithar [82]: 13-14)
Dijelaskan pula dalam QS. Al-Muthaffifin ayat 7, bahwa catatan perbuatan orang-orang yang durhaka telah dicatat dalam sijjin,
كَلَّآإِنَّ كِتَابَ الْفُجَّارِلَفِيْ سِجِّيْنٍ
Artinya: Sekali-kali jangan begitu, sesungguhnya catatan orang yang durhaka benar-benar tersimpan dalam sijjin,”
Penafsiran kata-kata:
الأَبْرَارَ : bentuk tunggalnya Barr. Artinya, orang yang melakukan perbuatan baik dan taqwa kepada Allah dalam segala perbuatannya.
الْفُجَّارَ : bentuk tunggalnya Fajir. Artinya, orang yang meninggalkan syari’at-syari’at Allah dan melanggar batasan-batasan-Nya.
سِجِّيْنٍ : nama sebuah kitab (catatan) yang di dalamnya tertulis perbuatan orang-orang yang melewati batas untuk di-hisab.[6]
C.                KESIMPULAN

Kompetensi pedagogik dan intelektual di dalam pendidikan itu sendiri sangat diperlukan sebagai faktor pendukung. Dan Allah menciptakan manusia dengan pendengaran, penglihatan serta hati nurani untuk digunakan dalam hal tersebut. Adapun tentang terbaginya manusia itu terbagi menjadi dua golongan yaitu bararah yang memperoleh kenikmatan dan fajarah yang memperoleh siksaan serta tesimpan di dalam sijjin.




[1]  http://www.scribd.com/doc/81444995/pengertian-pedagogik#scribd, dipublikasikan oleh Windu Wulan (diakses tgl 30/03/2015)
[2] http://ms.wikipedia.org/wiki/Intelektual , sumber : JAS MERAH (Jangan Sekali-kali Melupakan sejaRAH) (diakses tgl 30/03/2015)
[3] Sayyid Quthb. 2004. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. Jakarta: Gema Insani. Jilid 13, hal: 307. 
[4] Ahmad Mustafa Al-Maragi. 1992. Terjemah Tafsir Al-Maragi. Semarang: PT. Karya Toha Putra. Jilid 21, hal: 202.
[5] Ahmad Mustafa Al-Maragi. 1992. Terjemah Tafsir Al-Maragi. Semarang: PT. Karya Toha Putra. Jilid 29, hal: 20.
[6] Ahmad Mustafa Al-Maragi. 1992. Terjemah Tafsir Al-Maragi. Semarang: PT. Karya Toha Putra. Jilid 30, hal: 121 & 133.